Gampong Reuhat Tuha, yang kini menjadi salah satu desa aktif di Kecamatan Sukamakmur, Aceh Besar, memiliki sejarah yang sederhana namun bermakna. Nama “Reuhat Tuha” berasal dari bahasa Aceh, di mana “reuhat” berarti istirahat, dan “tuha” berarti orang tua atau sesepuh. Secara harfiah, nama ini dapat dimaknai sebagai “Tempat Istirahat Para Sesepuh”.
Menurut cerita turun-temurun, kawasan ini dahulu menjadi tempat singgah para ulama, pedagang, dan pelancong yang melakukan perjalanan dari wilayah pegunungan ke pesisir utara Aceh. Letaknya yang berada di jalur lintasan utama menjadikan lokasi ini cocok sebagai titik peristirahatan. Warga lokal kala itu mulai membangun tempat-tempat tinggal sederhana, lalu berkembang menjadi perkampungan kecil.
Seiring waktu, komunitas ini tumbuh dan membentuk struktur sosial sendiri, dengan meunasah sebagai pusat kegiatan spiritual dan sosial. Masyarakat yang mendiami wilayah ini hidup dari bertani, berdagang kecil, dan saling tolong-menolong, menciptakan fondasi kuat yang terus diwariskan. Hingga kini, semangat “reuhat” itu tetap terasa, sebuah tempat yang tenang, bersahabat, dan memberi rasa nyaman bagi siapa saja yang datang.
Wilayah Reuhat Tuha pada awalnya merupakan bagian dari wilayah administratif yang dikenal sebagai kelurahan pada masa-masa awal pemerintahan pasca-kemerdekaan. Status kelurahan tersebut mengikuti sistem pemerintahan nasional, yang ketika itu belum secara khusus mengakomodasi struktur pemerintahan adat di Aceh. Masyarakat Reuhat Tuha hidup dalam tatanan sosial sederhana, yang diwarnai oleh nilai-nilai gotong royong dan pengaruh adat istiadat Aceh yang kuat, meskipun secara struktur belum diakui sebagai “gampong”.
Seiring dengan berjalannya waktu, serta semangat otonomi daerah yang diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), terjadi perubahan signifikan dalam tata kelola wilayah. Dalam UUPA, Aceh diberikan kewenangan untuk mengelola pemerintahan lokalnya berdasarkan kekhususan, termasuk mengembalikan struktur gampong sebagai satuan pemerintahan terkecil yang berlandaskan hukum adat dan syariat Islam.
Pada periode inilah, Kelurahan Reuhat Tuha secara resmi mengalami perubahan status menjadi Gampong Reuhat Tuha, dan masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Aceh Besar. Perubahan ini bukan sekadar soal nama, tetapi juga merupakan bentuk pengakuan terhadap identitas adat, nilai kearifan lokal, dan tata kelola berbasis masyarakat yang selama ini telah hidup di tengah warga.
Dengan status sebagai gampong, Reuhat Tuha mulai memperoleh kewenangan dan dukungan lebih besar, khususnya dalam pengelolaan dana desa, pembangunan berbasis masyarakat, serta penguatan lembaga adat seperti tuha peut dan meunasah. Sejak saat itu, Gampong Reuhat Tuha terus berkembang, mengukir prestasi dalam literasi, inklusi sosial, dan pemberdayaan komunitas menjadi salah satu gampong rujukan di Aceh Besar.
Pada awal perkembangannya, Gampong Reuhat Tuha dikenal sebagai desa yang tenang dan sederhana, dengan sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai petani, pedagang kecil, dan buruh harian. Masyarakat hidup dalam suasana gotong royong yang kuat, dengan nilai-nilai kekeluargaan yang dijunjung tinggi.
Fasilitas umum seperti kantor geuchik, posyandu, dan balai PKK sudah tersedia sejak awal 2010-an, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Meunasah menjadi pusat kegiatan utama warga, baik untuk ibadah, musyawarah, maupun kegiatan sosial lainnya. Jalan dan infrastruktur dasar sudah mulai dibangun, namun masih terbatas pada kebutuhan mendesak.
Kehidupan masyarakat kala itu masih sangat bergantung pada pola tradisional, dengan minimnya akses terhadap pendidikan nonformal, teknologi, dan program pemberdayaan. Namun, semangat belajar dan keterbukaan terhadap perubahan mulai tumbuh, terutama di kalangan pemuda dan ibu-ibu PKK.
Periode 2020 hingga 2024 menjadi titik balik penting dalam sejarah Gampong Reuhat Tuha. Berangkat dari kondisi sederhana, gampong ini mengalami transformasi signifikan melalui penguatan literasi dan program pemberdayaan masyarakat. Perubahan ini dipicu oleh kesadaran kolektif warga, dukungan TP PKK, serta komitmen aparatur gampong dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Salah satu tonggak utama adalah pengembangan Perpustakaan An-Nur, yang tidak hanya menjadi tempat membaca, tetapi juga pusat kegiatan edukatif seperti pelatihan menulis, literasi digital, dan bimbingan belajar. Perpustakaan ini bahkan menjadi model studi banding bagi desa-desa lain di Aceh Besar.
Selain itu, Gampong Reuhat Tuha aktif menjalankan program Gelari Pelangi (Gerakan Keluarga Indonesia dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Pengelolaan Ekonomi). Melalui program ini, lahirlah Rumah Dilan, pusat pelatihan keterampilan seperti menjahit, membuat kerajinan, dan anyaman, yang menyasar perempuan, anak-anak, dan remaja.
Berbagai inovasi tersebut berhasil membawa Reuhat Tuha meraih Juara I tingkat Kabupaten Aceh Besar pada 2024 dalam bidang literasi dan pemberdayaan. Transformasi ini menandai bangkitnya semangat belajar dan mandiri, serta menjadikan gampong sebagai pusat pertumbuhan komunitas yang aktif dan produktif.
Gampong Inklusif: Komitmen Reuhat Tuha untuk Semua Warga
Gampong Reuhat Tuha tidak hanya dikenal sebagai desa literasi dan pemberdayaan, tetapi juga sebagai pelopor Gampong Inklusif di Kabupaten Aceh Besar. Pada 31 Oktober 2024, HERIANDY Keuchik Gampong Reuhat Tuha resmi mendeklarasikan diri sebagai Gampong Inklusif Disabilitas dalam sebuah acara yang dihadiri oleh Camat Sukamakmur, perwakilan Forkopimcam, LSM Forum Bangun Aceh (FBA), dan tokoh masyarakat setempat.
Deklarasi ini bukanlah sekadar seremoni, tetapi merupakan komitmen nyata untuk menjadikan Reuhat Tuha sebagai ruang hidup yang adil dan setara bagi seluruh warganya, termasuk mereka yang hidup dengan disabilitas. Langkah ini didukung penuh oleh regulasi lokal, khususnya Qanun Aceh Besar Nomor 2 Tahun 2021, yang mengatur pemanfaatan Dana Desa untuk program pemberdayaan kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas.
Setelah deklarasi, pemerintah gampong mulai mengalokasikan anggaran dan sumber daya untuk menciptakan lingkungan yang ramah disabilitas baik secara fisik maupun sosial. Kegiatan pelatihan keterampilan, bantuan alat bantu, hingga akses terhadap layanan publik disesuaikan agar inklusif dan partisipatif.
Langkah Gampong Reuhat Tuha ini menjadi inspirasi bagi gampong-gampong lain di Aceh Besar. Dengan semangat “semua berhak dilibatkan”, Reuhat Tuha menunjukkan bahwa desa yang kecil sekalipun dapat memberi dampak besar melalui keberpihakan dan empati yang nyata.